Ketaatan terhadap Perundang-undangan Nasional
Perundangan-undangan nasional adalah berbagai peraturan yang dibuat oleh lembaga pembuat undang-undang berdasarkan konstitsui dan berlaku sah di Indonesia. Lembaga-lembaga yang berwenang membuat berbagai peraturan perundang-undangan nasional adalah : MPR;DPR Presiden;DPRD Provinsi dan Gubernur; DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota; Badan Perwakilan Desa.
Perundang-undangan nasional memiliki jenjang kedudukan yang berbeda-beda. Kedudukan itu disebut tata urutan peraturan perundang-undangan. Tata urutan peraturan perundang-undangan adalah : Undang-Undang dasar 1945 (UUD 1945). Ketetapan MPR (Tap MPR), Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang(Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), Peraturan Daerah (Perda).
Berbagai macam peraturan perundang-undangan dibuat untuk ditaati. Adanya ketaatan tersebut memungkinkan terwujudnya keteraturan dalam masyarakat (sosial order).
Peraturan perundang-undangan semestinya adil dan demokratis. Sebuah peraturan perundang-undangan dikatakan adil dan demokratis apabila memiliki beberapa ciri, antara lain: bersumber pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai sumber hukum dasar nasional; menghargai kemajemukan bangsa; menjunjung tinggi HAM; membuka diri terhadap partisipasi masyarakat; proses penyusunannya terbuka dan bertanggung jawab.
Ketaatan terhadap perundang-undangan haruslah makin didasarkan pada keabsahannya. Ketaatan seperti itu merupakan ketaatan sukarela, bukan karena paksaan dari luar. Hal itu karena seseorang merasakan manfaatnya. Ia akan merasa rugi bila tidak menaatinya.
Ketaatan sukarela terhadap perundang-undangan merupakan hal yang penting. Ketaatan semacam itu merupakan salah satu penopang tumbuh berkembangnya demokrasi. Partisipasi dalam penyusunan peraturan perundang-undangan harus menghormati keragaman masyarakat.
Kasus korupsi merupakan salah satu bentuk ketidaktaatan terhadap perundang-undangan. Tindakan tersebut sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Menurut laporan Transparancy International (TI), pada tahun 2005 Indonesia berada pada urutan ke-6 negara terkorup di dunia. Karena itu, upaya pemberantasan korupsi harus terus digiatkan melalui kerja sama antara pemerintah dan masyarakat, serta kerja sama internasional.
asu
BalasHapus